Setelah Andi Azis keluar dari sekolah yang didudukinya, ia meneruskan
perjalanannya ke Lyceum sampai tahun 1944. Di dalam hatinya, Andi
sebenarnya ingin memasuki sekolah kemiliteran di Belanda untuk menjadi
seorang prajurit. Akan tetapi niatnya untuk masuk ke dalam sekolah
militer tidak terlaksana karena pecahnya Perang Dunia ke II. Karena niat
bulatnya untuk masuk kemiliteran, akhirnya Andi Azis masuk ke
Koninklijk Leger dan ia ditugaskan untuk masuk ke dalam tim pasukan
bawah tanah untuk melawan Tentara Penduduk Jerman (Nazi).
|
Andi Aziz. [1] |
Dari pasukan bawah tanah kemudian ia dipindahkan ke garis belakang
pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam.
Karena semakin sempitnya kedudukan Sekutu di Eropa, maka secara
diam-diam Azis bersama para kelompoknya menyeberang ke daratan Inggris
di mana daerah tersebut adalah sebuah daerah yang paling aman dari
serangan tentara Jerman, meskipun pada tahun 1944 daerah tersebut sering
di bom oleh pasukan udara tentara Jerman.
Di daratan Inggris, Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando yang
bertempat di sebuah kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Setelah
sekian lama berlatih di kamp tersebut, akhirnya Andi Azis lulus dari
latihan komando tersebut dengan pujian sebagai seorang Prajurit Komando.
Seterusnya pada tahun 1945 (tahun di mana Negara Indonesia Merdeka),
Andi Azis mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Negara Inggris
dan akhirnya ia menjadi Sersan Kadet. Pada Bulan Agustus 1945 Andi Azis
ditempatkan di dalam sebuah komando Perang Sekutu di India,
berpindah-pindah ke Colombo, dan tempat singgah terakhirnya di Calcutta.
Sama seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga seorang Warga Negara
Indonesia yang turut serta dalam Perang Dunia ke II di front Barat
Eropa.
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, akhirnya Andi Azis
diperbolehkan untuk memilih tugas dan mempertimbangkan apakah ia akan
masuk ke dalam satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau memilih
untuk masuk ke dalam kelompok yang akan ditugaskan di gugus selatan
Negara Indonesia. Setelah di pikir-pikir bahwa sudah 11 tahun ia tidak
jumpa dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya dengan tegas ia
memutuskan untuk ikut satuan yang akan bertugas di gugus selatan
Indonesia, dengan harapan ia bisa bersatu kembali bersama orang tuanya
di Makassar.
Pada tanggal 19 Januari 1946 kelompoknya mendarat di daratan pulau Jawa
(Jakarta), waktu itu Andi Azis menjabat sebagai komandan regu, dan
kemudian di tugaskan di Cilinding. Pada tahun 1947-an ia mendapatkan
kesempatan libur/cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer.
Setelah Andi Azis tahu bahwa dia mendapatkan cuti panjang, maka ia
segera kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di
Menteng Pulo. Pada pertengahan tahun 1947, ia dipanggil lagi untuk masuk
ke dalam satuan KNIL dan diberi jabatan/pangkat Letnan Dua.
Selanjutnya Andi Azis diangkat sebagai Ajudan Senior Sukowati (Presiden
NIT), dan setelah hampir satu setengah tahun ia menjabat sebagai Ajudan,
kemudian ia ditugaskan menjadi seorang instruktur pasukan SSOP di
Bandung-Cimahi pada tahun 1948. Setelah itu, ia dikirim lagi ke Makasar
dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dan 125
anak buahnya (KNIL) yang sudah berpengalaman dan kemudian masuk ke TNI
(Tentara Nasional Indonesia). Di dalam barisan TNI (APRIS) kemudian Andi
Azis dinaikkan pangkatnya menjadi seorang kapten dan tetap memegang
kendali kompi yang dipimpinnya. Kompi tersebut tidak banyak mengalami
perubahan anggotanya.
Anggota kompi yang dipimpinya itu bukanlah anggota sembarangan, mereka
memiliki kemampuan tempur di atas standar pasukan regular TNI dan
Belanda. Pada saat itu di daerah Bandung-Cimahi terdapat banyak prajurit
Belanda yang sedang dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II.
Di tempat tersebut ada dua macam pasukan khusus Belanda yang sedang
dilatih. Di antara pasukan khusus itu adalah pasukan komando (Baret
Hijau) dan pasukan penerjun (Baret Merah). Sesuai dengan pengalamannya
di front Eropa, kemungkinana Andi Azis melatih para pasukan Komando
tersebut dengan kemampuan yang di milikinya.
1. Lata Belakang Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang
diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950.
Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya
demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak
NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi
lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya
Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan
ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5
April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari
Jawa untuk mengamankan daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah
tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal.
Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan
membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi
Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi
tanggung jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
- Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
- Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan.
- Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.
2. Dampak Pemberontakan Andi Aziz
Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas
Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka
pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan
oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT)
mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan
oleh Andi Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada
tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT
mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia).
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz
Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada
tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis
bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan
yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk
menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama,
dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan
operasi militer di Sulawesi Selatan.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh
Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk
melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang
dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi
Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai
Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E
Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta
di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota
KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari
Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang
menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan
APRIS.
Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal
5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan
KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil
menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan
terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika
menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk
perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya
dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral
Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun
setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya
kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan
KNIL harus meninggalkan Makassar.
4. Meninggalnya Kapten Andi Azis
Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti
oleh duka yang mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis.
Di usianya yang sudah menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit
Husada Jakarta karena serangan jantung yang dideritanya. Andi Azis
meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke
Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna
Daeng Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi
Selatan. Dalam suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta
istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan para
anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam acara pemakaman
Andi Azis.
5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah
menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah
korban propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia
politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk
mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan
dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh
masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok,
Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang
selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang bagaimana cara
menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan
sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong.
Ia selalu berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh
dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk,
penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa
kita selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang
orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu
percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita
ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah.
Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan
berhati-hati dalam mempercayai orang lain.